Rabu, 07 September 2011

Murid yang Sombong

(cerita ini saya ambil dari email kantor saya)






Alkisah, ada seorang pemanah yang sangat hebat. 
Ia dikagumi oleh banyak orang karena setiap kali memanah, tak ada yang tidak bisa kena oleh panahnya. 
Karena keahliannya itu, ia diangkat menjadi guru memanah bagi prajurit istana. 

Diantara murid-muridnya, ada satu murid yang juga sangat pandai. 
Setiap pelajaran dari sang guru selalu berhasil diserapnya dengan cepat. 
Ia pun menjadi murid yang paling menonjol di antara murid lainnya. 
Hal itu membuatnya jadi angkuh. 
Hampir setiap saat, ia selalu menantang teman-temannya untuk bertanding memanah. 

Melihat hal itu, sang guru merasa harus melakukan sesuatu. 
Ia tak ingin, apa yang diajarkannya disalah gunakan oleh muridnya. 
Maka, suatu pagi, ia mengajak muridnya itu berjalan-jalan. 
Si murid merasa, ia akan mendapatkan pelajaran yang mahapenting dari gurunya. 
Karena ia diajak seorang diri, maka iapun makin menombongkan diri. 

Setelah semua siap, mereka pun pergi ke hutan. 
Guru dan murid itu berhenti di sebuah tanah lapang di pinggiran hutan. 
Saat itu, sang guru kemudian memetik sekuntum bunga dan dikaitkan pada sebuah pohon. 

Ia lantas meminta muridnya untuk mundur beberapa ratus langkah. 
Setelah itu, ia berkata,”Wahai muridku, kamu lihat bunga yang aku kaitkan pada sebatang pohon tadi ? 
Coba keluarkan busur dan panah terbaikmu. Bidiklah bunga itu,” ucapnya. 

“Ahh...itu gampang Guru. Dari jarak lebih jauh lagipun aku bisa mengenainya,” potongnya sombong. 

Sang guru hanya tersenyum. Ia lantas mengeluarkan sapu tangan dari balik bajunya. 
“Kamu memang muridku yang paling pandai. Untuk itu aku ingin mengujimu. 
Pakailah sapu tangan ini untuk menutupi matamu, dan cobalah memanah sasaran yang kamu anggap gampang tadi,” perintahnya. 

Sang murid tersenyum kecut. Ia kaget dengan perintah gurunya. 
Bagaimana mungkin ia memanah dengan mata tertutup? 
Tapi, karena ia tak bisa menarik kata-katanya, ia pun hanya menuruti kata gurunya. 
Dengan mata tertutup, ia pun berusaha mengingat-ingat, di mana sasaran itu berada. 
Ia pun menarik kencang busurnya, dan panah pun melesat jauh. 

“Ayo, buka tutup matamu sekarang dan lihat, ke mana panahmu mengarah. 
Kamu katakan tadi, pasti gampang mengenainya,” perintah guru. 
Begitu membuka penutup mata, ia melihat anak panahnya sangat jauh dari sasaran. 
Ia pun terlihat kecewa dan malu karena sebelumnya telah menyombongkan diri. 

“Kamu lihat, dengan mata tertutup, kamu tak bisa melakukan hal yang kau anggap mudah. 
Bahkan, panahmu yang biasanya tepat sasaran, kini melenceng jauh. 
Ingatlah muridku, kemampuanmu itu bukan hanya buah dari kamu rajin berlatih. 
Tapi tanpa mata yang awas, jeli, dan pandangan yang tajam, kamu tak akan bisa memanah. 
Itulah kekuatan dan berkati dari Sang Pencipta yang diberikan kepadamu. 
Tanpa itu semua, kamu tak berarti apa-apa. 
Karena itu, syukuri apa yang telah kamu miliki. Jangan jadikan itu sebagai kesombongan,” ujar guru bijak. 
Sang murid pun tertunduk malu. Ia lantas berjanji, semua ilmu yang didapat akan digunakan semestinya. 


"Ilmu yang diserap harus sampai ke hati dan ketika mendalami ilmu tersebut batinnya tidak dalam kondisi kotor."