Kamis, 22 September 2011

John August Roebling dan Washington Roebling




Pada pertengahan tahn 1800-an, dua distrik yang ramai di kota New York, Manhattan dan Brooklyn, terpisahkan oleh teluk. 
        Untuk kebutuhan transportasi, kedua distrik itu dilayani oleh kapal fery. 
        Namun seorang insinyur imigran Jerman yang terkenal saat itu, John August Roebling, 
        punya gagasan menarik setelah ia menyaksikan kapal feri karam di ujung salah satu perlintasan itu, 
        yaitu mendirikan jembatan penghubung yang sekarang dikenal dengan nama Brooklyn Bridge. 


        Pemerintah berhsail diyakinkan dan proyek pembangunannyapun dimulai pada tahun 1865. 
        Panjang jembatan itu 1,8 km dan memerlukan tiang penyangga yang menjulang tinggi sampai 84 meter dari permukaan air. 
        Jembatan itu akan menjadi jembatan tertinggi dan terpanjang di dunia saat itu. 
        Namun kebanyakan orang menganggap proyek tersebut sebagai impian kosong meskipun yang menggarapnya seorang arsitek jenius. 

        Harapan itu hampir pupus. 
        Apalagi John August kemudian kecelakaan dalam proyek tersebut yang menyebabkan dirinya meninggal. 
        Proyek itu lalu ditangani anaknya, Washington Roebling. 
        Sayangnya, setelah tiga tahun dalam proses pembangunannya, Washington juga mengalami kecelakaan yang menyebabkan dirinya limpuh total. 
        Kondisi Washington sangat mengkhawatirkan. 
        Ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya. 
        Satu-satunya anggota tubuh yang bisa digerakkan adalah telunjuk tangan kanannya. 

        Rupanya Washington tak mau proyeknya gagal. 
        Dengan kondisi lumpuh seperti itu harapannya menyelesaikan proyek raksasa tetap tumbuh. 
        Dengan keinginan yang luar biasa, ia mencoba berkomunikasi dengan istrinya, Emily Warren Roebling, untuk melanjutkan proyek itu. 
        Awalnya memang susah karena satu-satunya alat komunikasi adalah telunjuk tangan kanannya. 
        Jangankan membicarakan proyek, untuk komunikasi ringan saja dengan hanya menggunakan telunjuk amat sulit dilakukan. 
        Namun dengan ketelatenan Emily, mereka kemudian bisa belajar berkomunikasi. 
        Bahkan kemudian dengan kerja keras Emily, ia bisa menerjemahkan keinginan Washington 
        dan melanjutkan perintah sang arsitek pada para insinyur di lapangan. 

        Emily menjadi penghubung suaminya selama 10 tahunan. 
        Akhirnya proyek yang mustahil itu kemudian terwujud pada tahun 1883.