Fallacy adalah elemen didalam argumen yang mengacaukan logika berfikir sehingga mengakibatkan suatu diskusi atau perdebatan menjadi tak obyektif dan tak sah secara keseluruhan.
Solusi supaya tidak terjebak dalam logika fallacy atau termakan fallacy-sensitivity adalah kejujuran,kejernihan hati, dan kebijakan dalam memahami perbedaan, sehingga bisa menerima kesimpulan-kesimpulan dari rasionalitas dan logika yang dihasilkan suatu pernyataan dengan pikiran terbuka , dengan kejernihan hati kita akan bisa menerima kebenaran dengan lapang hati bahwa seorang anak balita melempar ayahnya dengan batu adalah bukan suatu kejahatan.
Dialog ringan :
Dodol : "2 + 3 = 10"
Bedu : "Dodol , anda tidak rasional banget ...2 + 3 adalah 5 tauuu.."
- Dodol dan Bedu sama-sama salah , hasil berhitung Dodol jelas salah, pendapat bedu bahwa Dodol tidak rasional juga salah . Karena Dodol melakukan tindakan yang rasional ,yaitu berhitung, hanya saja rasionalitas dodol menghasilkan output logika yang salah.
Contoh sebuah pernyataan berikut:
Menyebarkan berita kebohongan yang merugikan orang lain adalah pelanggaran yang akan di kenai sangsi undang-undang pencemaran nama baik.
Si A membuat pernyataan di surat kabar "para pekerja buruh di Indonesia sangat buruk kelakuannya jika menyampaikan aspirasi cenderung menggunakan emosi dibanding akal sehat"
Menurut anda apa solusi terbaik mengatasi kelakuan para buruh tersebut ?
Jawab : Anda (si A) telah sembarangan menuduh tanpa bukti yang jelas, dan anda bisa dikenai undang-undang pencemaran nama baik.
Contoh pernyataan serta argumen di atas tentu saja salah, baik yang membuat pernyataan maupun yang menjawab:
- Kata "...cenderung menggunakan emosi dibanding akal sehat" adalah tidak rasional , karena menggunakan emosi bukan berarti akalnya tidak sehat , yang relevan adalah "cenderung menggunakan emosi dibanding kepala dingin" atau "cenderung menggunakan cara emosional"
- Argumen bahwa si A merupakan tidnakan pencemaran nama baik juga salah dan tidak rasional, karena obyek hukum dari UU pencemaran nama baik dalah orang / manusia sedangkan pernyataan "para pekerja buruh indonesia" bukan suatu obyek hukum.
Uraian diatas itulah yang dimaksud dengan fallacy, yaitu komponen dalam argumen atau pernyataan yang membuat logika jadi kacau balau sehingga seluruh perdebatan menjadi tidak sah. Memang menganalisa fallacy dan menemukannya dalam esai argumentasi bisa merupakan sesuatu yang sederhana dan mudah, tapi bisa juga bukan sesuatu yang mudah, tergantung obyek yang terkandung dalam diskusi. sebab fallacy sering kali bersembunyi dalam tumpukan poin-poin dalih yang mengaburkan hubungan logis dengan pernyataan yang timbul. Kadang fallacy tidak langsung terlihat pada pandangan/pengenalan pertama, dengan begitu fallacy dapat dengan mudah mengaduk-aduk serta mencuri emosi/ kelemahan intelektual audiens /khalayak/pembaca.
Yang diperlukan untuk mengerti esensi fallacy, kita harus mengerti apa arti argumentasi. Argumentasi terdiri dari satu atau dua premis dan ditutup dengan satu kesimpulan. Premis adalah pernyataan yang entah memposisikan diri di ujung A atau memposisikan diri di ujung B yang didukung oleh klaim yang tertata rapi. Sementara fallacy merupakan kesalahan dalam berlogika yang muncul pada statement klaim.
Beberapa contoh fallacy yang lain : [1]“Ada sebuah ajaran yang menyatakan makan daging babi adalah haram - Ada sebuah gambar orang yang sedang memakan daging babi, berarti gambar itu haram, atau paling tidak suatu yang buruk karena bisa mempengaruhi tidankan manusia yang melihat” [2] “Semua harimau yang kutau sangat buas dan berbahaya, jadi pasti benar jika semua harimau pasti buas dan berbahaya, sehingga harimau pasti harus tidak di dekati”
Aristoteles adalah orang pertama dianggap sebagai sang dewa logis formal (menciptakan kode dan peraturan untuk bernalar) dan informal (menciptakan definisi kesalahan nalar, disebut sebagai fallacy). Guru Aristoteles yaitu Plato sebenarnya diberikan gelar istimewa sebagai filosofer pertama yang mengumpulkan aneka kesalahan dalam berdebat. Ulasan Plato berjudul Euthydemus menyimpan koleksi kesalahan argumen dalam bentuk dialog. Mengapa kita perlu repot-repot harus mengetahui cara berlogika yang salah, bukankah seharusnya kita lebih baik mempelajari cara menyusun argumentasi yang benar?
Alasan pertama, tiap orang seyogyanya mengerti cara membela diri saat diserang sebab kejahatan dalam menciptakan sanggahan statement sering terjadi. Agar tahu cara memperbaiki kesalahan si pembantah atau meyakinkan pernyataan, kita perlu tahu mengapa mereka salah. Alasan kedua, mempelajari tata cara berlogika yang baik dan benar seperti memiliki peta dari kota A ke kota B, tapi bahkan seorang nagivator ulung pun sering kali tersesat. Itulah pentingnya saat menemukan papan “dilarang masuk”, “buntu” atau “salah jalan”. Papan-papan ini dapat dimetaforakan sebagai rambu-rambu berargumentasi yang keliru.
Perhatikan baik-baik sekeliling kita. Fallacy tidak hanya ditemukan dalam esai argumentasi, fallacy sering dibajak penggunaannya secara verbal untuk politik, media, dan kepentingan-kepentingan umum lainnya. Dilema yang salah merupakan fallacy yang terdengar logis, yaitu (familiar mendengarnya?) kalau kau tidak bersamaku, berarti kau menentangku. Tidak ada hal yang logis dalam pernyataan ini melainkan suatu opini pribadi yang mengalihkan perhatian pemirsa dari persoalan yang sesungguhnya - kata motivasi cinta
Sebagai contoh : Seseorang berkata, “Anda tidak memiliki moral atau pengalaman yang pantas untuk membahas topik ABCDE”, merupakan pernyataan fallacy yang sangat jelas,yaitu suatu statement argumentasi yang tidak mendalihkan topik ABCDE melainkan menyerang orang yang sedang membahas topik ABCDE. Statement ini sering muncul dalam adu debat yang memanas,pengalihan perhatian dari poin penting sesungguhnya. Istilah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai red herring atau terkenal juga dengan fallacy of relevance.
Sesat-pikir ini biasanya akan keluar jika seseorang tengah terdesak. Ia akan langsung melemparkan umpannya ke topik lain, di mana topik lain ini sukar dihindari untuk tidak dibahas. Itu karena biasanya pemilihan topik lain itu ‘baunya’ cukup kuat seperti perumpamaan ikan merah (red herring) antara lain topik yang aktual atau isu yang cukup dengan lawan debat
Red herring menjadi menarik karena red herring dapat muncul dalam berbagai bentuk tulisan; tidak hanya non fiksi melainkan juga fiksi. Dalam fiksi, red herring berbentuk pengalihan perhatian pembaca dari awal sampai mendekati akhir dan memberikan penutupan yang tak diduga. Misalnya, kisah-kisah detektif atau misteri memiliki banyak red herring. Red herring non fiksi dalam bentuk fallacy di suatu pernyataan argumentasi melakukan kecurangannya seperti penyerangan individu (bacalah contoh di atas), mengatasnamakan suatu grup yang mendominasi (jika banyak orang percaya, berarti kita harus percaya juga), menciptakan rasa takut (tentu saja benar karena jika salah, kita akan menderita dan tersiksa), mengaitkan topik dengan tokoh penting yang pastinya (terdengar) tak terbantahkan, dan banyak lagi. Seorang selebritis terkenal jika mengatakan dalam iklan televisi bahwa dia minum jus jeruk bermerek ABCD agar tubuh menjadi bugar menciptakan ilusi di kepala penonton bahwa jus jeruk itu sudah pasti berkasiat karena sang seleb meminumnya dan terlihat sehat.
Para pendebat korup menggunakan red herring dalam argumentasinya membuat seakan-akan argumentasinya tak terbantahkan.
Sebenarnya ada juga fallacy yang sesungguhnya tidak fallacy tapi audiens dapat terdorong ke arah kesimpulan yang salah. Misalnya, kalimat ambigu atau kata yang tidak jelas (kata dia dalam bahasa Indonesia yang tidak memiliki definit arti sebagai perempuan atau lelaki) akan menyesatkan atau bahkan menciptakan kesimpulan yang salah.
Beradu argumentasi dengan sengaja dan sadar menyelipkan fallacy merupakan kecurangan yang seharusnya dihindari. Fallacy sendiri memiliki banyak sekali jenis, sehingga ruang tulisan ini tidak dapat menampung semuanya. Tapi apa pun itu, fallacy tetap menjadi fallacy, suatu logika yang terdengar logis namun sesungguhnya menciptakan kesalahan berlogika dan koneksi statement yang tak saling terkoneksi (sesat logika). Mengerti fallacy berarti memberikan kehormatan kepada cara berlogika yang baik dan benar.
Kesimpulan logis fallacy (logical fallacy)
Logical fallacy atau sesat-pikir logis adalah suatu komponen dalam argumen, muncul dalam statement klaim yang mengacaukan logika. Sesat-pikir, akan sangat efektif digunakan dalam provokasi, menggiring opini publik, debat perencanaan undang-undang, pembunuhan karakter, hingga menghindari jerat hukum. Memang, dengan memanfaatkan sesat-pikir logis sebagai silat lidah kita dapat memenangkan suatu diskusi, namun itu menjauhkan kita dari esensi permasalahan inti.
Semoga tidak terjebak dalam logika yang tak bermanfaat bahkan menjatuhkan
Artikel terkait : Fallacy
Referensi kutipan :
http://sepocikopi.blogspot.com
Solusi supaya tidak terjebak dalam logika fallacy atau termakan fallacy-sensitivity adalah kejujuran,kejernihan hati, dan kebijakan dalam memahami perbedaan, sehingga bisa menerima kesimpulan-kesimpulan dari rasionalitas dan logika yang dihasilkan suatu pernyataan dengan pikiran terbuka , dengan kejernihan hati kita akan bisa menerima kebenaran dengan lapang hati bahwa seorang anak balita melempar ayahnya dengan batu adalah bukan suatu kejahatan.
Dialog ringan :
Dodol : "2 + 3 = 10"
Bedu : "Dodol , anda tidak rasional banget ...2 + 3 adalah 5 tauuu.."
- Dodol dan Bedu sama-sama salah , hasil berhitung Dodol jelas salah, pendapat bedu bahwa Dodol tidak rasional juga salah . Karena Dodol melakukan tindakan yang rasional ,yaitu berhitung, hanya saja rasionalitas dodol menghasilkan output logika yang salah.
Contoh sebuah pernyataan berikut:
Menyebarkan berita kebohongan yang merugikan orang lain adalah pelanggaran yang akan di kenai sangsi undang-undang pencemaran nama baik.
Si A membuat pernyataan di surat kabar "para pekerja buruh di Indonesia sangat buruk kelakuannya jika menyampaikan aspirasi cenderung menggunakan emosi dibanding akal sehat"
Menurut anda apa solusi terbaik mengatasi kelakuan para buruh tersebut ?
Jawab : Anda (si A) telah sembarangan menuduh tanpa bukti yang jelas, dan anda bisa dikenai undang-undang pencemaran nama baik.
Contoh pernyataan serta argumen di atas tentu saja salah, baik yang membuat pernyataan maupun yang menjawab:
- Kata "...cenderung menggunakan emosi dibanding akal sehat" adalah tidak rasional , karena menggunakan emosi bukan berarti akalnya tidak sehat , yang relevan adalah "cenderung menggunakan emosi dibanding kepala dingin" atau "cenderung menggunakan cara emosional"
- Argumen bahwa si A merupakan tidnakan pencemaran nama baik juga salah dan tidak rasional, karena obyek hukum dari UU pencemaran nama baik dalah orang / manusia sedangkan pernyataan "para pekerja buruh indonesia" bukan suatu obyek hukum.
Uraian diatas itulah yang dimaksud dengan fallacy, yaitu komponen dalam argumen atau pernyataan yang membuat logika jadi kacau balau sehingga seluruh perdebatan menjadi tidak sah. Memang menganalisa fallacy dan menemukannya dalam esai argumentasi bisa merupakan sesuatu yang sederhana dan mudah, tapi bisa juga bukan sesuatu yang mudah, tergantung obyek yang terkandung dalam diskusi. sebab fallacy sering kali bersembunyi dalam tumpukan poin-poin dalih yang mengaburkan hubungan logis dengan pernyataan yang timbul. Kadang fallacy tidak langsung terlihat pada pandangan/pengenalan pertama, dengan begitu fallacy dapat dengan mudah mengaduk-aduk serta mencuri emosi/ kelemahan intelektual audiens /khalayak/pembaca.
Yang diperlukan untuk mengerti esensi fallacy, kita harus mengerti apa arti argumentasi. Argumentasi terdiri dari satu atau dua premis dan ditutup dengan satu kesimpulan. Premis adalah pernyataan yang entah memposisikan diri di ujung A atau memposisikan diri di ujung B yang didukung oleh klaim yang tertata rapi. Sementara fallacy merupakan kesalahan dalam berlogika yang muncul pada statement klaim.
Beberapa contoh fallacy yang lain : [1]“Ada sebuah ajaran yang menyatakan makan daging babi adalah haram - Ada sebuah gambar orang yang sedang memakan daging babi, berarti gambar itu haram, atau paling tidak suatu yang buruk karena bisa mempengaruhi tidankan manusia yang melihat” [2] “Semua harimau yang kutau sangat buas dan berbahaya, jadi pasti benar jika semua harimau pasti buas dan berbahaya, sehingga harimau pasti harus tidak di dekati”
Aristoteles adalah orang pertama dianggap sebagai sang dewa logis formal (menciptakan kode dan peraturan untuk bernalar) dan informal (menciptakan definisi kesalahan nalar, disebut sebagai fallacy). Guru Aristoteles yaitu Plato sebenarnya diberikan gelar istimewa sebagai filosofer pertama yang mengumpulkan aneka kesalahan dalam berdebat. Ulasan Plato berjudul Euthydemus menyimpan koleksi kesalahan argumen dalam bentuk dialog. Mengapa kita perlu repot-repot harus mengetahui cara berlogika yang salah, bukankah seharusnya kita lebih baik mempelajari cara menyusun argumentasi yang benar?
Alasan pertama, tiap orang seyogyanya mengerti cara membela diri saat diserang sebab kejahatan dalam menciptakan sanggahan statement sering terjadi. Agar tahu cara memperbaiki kesalahan si pembantah atau meyakinkan pernyataan, kita perlu tahu mengapa mereka salah. Alasan kedua, mempelajari tata cara berlogika yang baik dan benar seperti memiliki peta dari kota A ke kota B, tapi bahkan seorang nagivator ulung pun sering kali tersesat. Itulah pentingnya saat menemukan papan “dilarang masuk”, “buntu” atau “salah jalan”. Papan-papan ini dapat dimetaforakan sebagai rambu-rambu berargumentasi yang keliru.
Perhatikan baik-baik sekeliling kita. Fallacy tidak hanya ditemukan dalam esai argumentasi, fallacy sering dibajak penggunaannya secara verbal untuk politik, media, dan kepentingan-kepentingan umum lainnya. Dilema yang salah merupakan fallacy yang terdengar logis, yaitu (familiar mendengarnya?) kalau kau tidak bersamaku, berarti kau menentangku. Tidak ada hal yang logis dalam pernyataan ini melainkan suatu opini pribadi yang mengalihkan perhatian pemirsa dari persoalan yang sesungguhnya - kata motivasi cinta
Sebagai contoh : Seseorang berkata, “Anda tidak memiliki moral atau pengalaman yang pantas untuk membahas topik ABCDE”, merupakan pernyataan fallacy yang sangat jelas,yaitu suatu statement argumentasi yang tidak mendalihkan topik ABCDE melainkan menyerang orang yang sedang membahas topik ABCDE. Statement ini sering muncul dalam adu debat yang memanas,pengalihan perhatian dari poin penting sesungguhnya. Istilah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai red herring atau terkenal juga dengan fallacy of relevance.
Red Herring
Red Herring adalah argumen yang tak ada sangkut-pautnya dengan argumen lawan, yang digunakan untuk mengalihkan perhatian orang dari perkara yang sedang dibahas, serta menggiring menuju kesimpulan yang berbeda.Sesat-pikir ini biasanya akan keluar jika seseorang tengah terdesak. Ia akan langsung melemparkan umpannya ke topik lain, di mana topik lain ini sukar dihindari untuk tidak dibahas. Itu karena biasanya pemilihan topik lain itu ‘baunya’ cukup kuat seperti perumpamaan ikan merah (red herring) antara lain topik yang aktual atau isu yang cukup dengan lawan debat
Red herring menjadi menarik karena red herring dapat muncul dalam berbagai bentuk tulisan; tidak hanya non fiksi melainkan juga fiksi. Dalam fiksi, red herring berbentuk pengalihan perhatian pembaca dari awal sampai mendekati akhir dan memberikan penutupan yang tak diduga. Misalnya, kisah-kisah detektif atau misteri memiliki banyak red herring. Red herring non fiksi dalam bentuk fallacy di suatu pernyataan argumentasi melakukan kecurangannya seperti penyerangan individu (bacalah contoh di atas), mengatasnamakan suatu grup yang mendominasi (jika banyak orang percaya, berarti kita harus percaya juga), menciptakan rasa takut (tentu saja benar karena jika salah, kita akan menderita dan tersiksa), mengaitkan topik dengan tokoh penting yang pastinya (terdengar) tak terbantahkan, dan banyak lagi. Seorang selebritis terkenal jika mengatakan dalam iklan televisi bahwa dia minum jus jeruk bermerek ABCD agar tubuh menjadi bugar menciptakan ilusi di kepala penonton bahwa jus jeruk itu sudah pasti berkasiat karena sang seleb meminumnya dan terlihat sehat.
Para pendebat korup menggunakan red herring dalam argumentasinya membuat seakan-akan argumentasinya tak terbantahkan.
Sebenarnya ada juga fallacy yang sesungguhnya tidak fallacy tapi audiens dapat terdorong ke arah kesimpulan yang salah. Misalnya, kalimat ambigu atau kata yang tidak jelas (kata dia dalam bahasa Indonesia yang tidak memiliki definit arti sebagai perempuan atau lelaki) akan menyesatkan atau bahkan menciptakan kesimpulan yang salah.
Beradu argumentasi dengan sengaja dan sadar menyelipkan fallacy merupakan kecurangan yang seharusnya dihindari. Fallacy sendiri memiliki banyak sekali jenis, sehingga ruang tulisan ini tidak dapat menampung semuanya. Tapi apa pun itu, fallacy tetap menjadi fallacy, suatu logika yang terdengar logis namun sesungguhnya menciptakan kesalahan berlogika dan koneksi statement yang tak saling terkoneksi (sesat logika). Mengerti fallacy berarti memberikan kehormatan kepada cara berlogika yang baik dan benar.
Kesimpulan logis fallacy (logical fallacy)
Logical fallacy atau sesat-pikir logis adalah suatu komponen dalam argumen, muncul dalam statement klaim yang mengacaukan logika. Sesat-pikir, akan sangat efektif digunakan dalam provokasi, menggiring opini publik, debat perencanaan undang-undang, pembunuhan karakter, hingga menghindari jerat hukum. Memang, dengan memanfaatkan sesat-pikir logis sebagai silat lidah kita dapat memenangkan suatu diskusi, namun itu menjauhkan kita dari esensi permasalahan inti.
Semoga tidak terjebak dalam logika yang tak bermanfaat bahkan menjatuhkan
Artikel terkait : Fallacy
Referensi kutipan :
http://sepocikopi.blogspot.com