Saat ini, masih banyak sekali orang yang ingin menjadi pengusaha, selalu mengeluhkan tentang kesulitan memperoleh modal. Sebab, kebanyakan memang orang-orang masih beranggapan bahwa modal harus selalu dalam bentuk uang. Modal harus berupa hal yang bisa digunakan untuk membeli sesuatu yang kita perlukan untuk memulai usaha. Modal harus bisa diputar untuk mengembangkan usaha. Modal harus ini, modal harus itu.
Hasilnya? Karena merasa modal (baca: uang) belum cukup, kadang seseorang tak berani membuka usaha. Padahal, berbagai buku, tulisan, laporan, berita, hingga berbagai cerita dalam berbagai forum diskusi, seminar, dan workshop, telah menyebut bahwa modal tak harus dalam bentuk uang. Banyak kisah sukses pengusaha yang memulai dari nol.
Memang, hal ini seperti sesuatu yang aneh dan nyaris tak masuk akal bagi sebagian orang. Bagaimana bisa memulai usaha dengan tanpa uang sama sekali? Nol itu jelas-jelas bukan suatu angka yang bisa digunakan untuk membeli apapun. Nol itu adalah angka yang kosong melompong, bagaimana mungkin kita bisa memulai usaha tanpa memiliki sesuatu apapun?
Betul. Jika itu pola pikir yang dianut adalah pola pikir yang biasa-biasa saja. Tapi, bagi sebagian besar pengusaha sukses yang mengatakan dirinya memulai usaha dari nol itu, sebenarnya angka nol itu ada filosofi besar di baliknya yang membuatnya bisa menjadi pengusaha sukses. Apa itu?
Perhatikan angka nol. Bentuknya bulat lonjong, tanpa terputus. Pada satu sisi itulah angka yang bisa dikatakan sebagai simbol bahwa kita—tidak bisa tidak—selalu akan saling tergantung satu sama lain. Semakin kita bisa saling bekerja sama dengan orang lain, kesempatan menjadi pengusaha pun akan semakin terbuka lebar. Itulah mengapa angka nol adalah satu bentuk angka yang utuh dengan garis tidak terpisah.
Lantas, mengapa bentuk angka nol selalu lonjong memanjang ke atas, bukan bulat penuh atau lonjong ke samping? Ini adalah filosofi hubungan kita dengan Tuhan. Kita bisa menjadi seorang pengusaha harus selalu mengingat ke atas. Bahwa, kita bisa sukses maupun gagal itu selalu ada dalam koridor kekuasaan Tuhan. Dan, Tuhan pun sudah mengatakan, Dia tak kan merubah nasib suatu kaum tanpa kaum itu berusaha mengubah nasibnya sendiri. Inilah filosofi angka nol yang sangat religius. Jika hal ini selalu dijadikan pegangan oleh seseorang, maka untuk menjalani profesi menjadi pengusaha, kita tak perlu kuatir. Sebab, hidup ini pastilah selalu dalam koridor kekuasaan Tuhan yang maha besar dengan segala rahmat dan berkah, terutama alam, yang perlu diolah ini.
Yang ketiga, inilah yang paling penting. Sadarkah bahwa nol itu adalah sebuah singkatan dari kata tolong-meNOLong? Inilah inti dari mengapa seseorang dengan modal nol bisa menjadi seorang pengusaha sukses. From zero to hero, begitu banyak orang menyebut jika seseorang yang memulai dari bawah dan dari nol bisa menjadi seorang pengusaha sejati.
Kekuatan tolong menolong inilah yang menjadi kekuatan inti dari modal yang sesungguhnya. Modal (uang) seberapa pun besarnya tidak akan bisa membuat kita sukses jika tidak ada unsur saling tolong menolong ini. Modal seperti inilah yang akan membantu kita menjadi pengusaha dalam arti sesungguhnya. Misalnya Anda memiliki keinginan berwirausaha di bidang makanan. Anda tak punya peralatan masak, bisa saja Anda meminta bantuan pada orang yang memilikinya bukan? Atau Anda belum mahir memasak, Anda pun bisa minta tolong pada relasi yang jago masak untuk diajak bekerja sama membuat masakan yang laku dijual.
Atau Anda ingin usaha jual beli barang. Jika Anda sudah dipercaya atau Anda bisa menjaga nilai kejujuran dalam diri, maka saat membeli barang modal dagangan pun kadang kita ditolong, misalnya bisa mendapat dengan mencicil. Atau, bahkan tak jarang yang bisa bayar belakangan. Bukankah ini salah satu bentuk tolong menolong yang sangat ampuh dampaknya untuk memudahkan kita menjadi pengusaha?
Jika misalnya kita mempunyai satu ruangan kosong di rumah, mengapa tidak mencoba memanfaatkannya dengan sistem tolong menolong ini? Ajak kerja sama tukang cukur rambut misalnya. Ia bisa diajak join dengan kita bantu tempatnya, mereka buka usahanya. Hasilnya, bisa di-share berdua dengan bagi hasil yang sudah disepakati sebelumnya. Dengan begitu, ruangan nganggur bisa menghasilkan, dan siapa tahu ini bisa jadi cikal bakal usaha salon yang lebih besar. Bukankah ini sebuah keindahan dari filosofi tolong menolong?
Konon, orang Tionghoa yang kebanyakan sukses menjadi pengusaha, juga menganut prinsip nilai saling tolong menolong ini. Karena itu, biasanya tali persaudaraan mereka sangat kuat. Tak heran, jika banyak perusahaan keluarga yang berkembang pesat di tangan para pengusaha Tionghoa ini.
Itulah filosofi nol dari pengertian harafiah yang bisa kita terjemahkan dalam kehidupan sehari-hari. Modal nol ternyata bukan modal kosong sama sekali. Modal nol justru adalah modal yang sangat ampuh untuk mengembangkan jiwa entrepreneurship kita. Jadi, masih mengatakan tidak punya modal? Kasihaaan deeh....