Seorang guru meminta murid-muridnya membawa satu kantung ke sekolah. Lalu ia meminta setiap anak memasukkan beberapa potong kentang ke dalamnya dengan ketentuan: Satu potong kentang harus mewakili satu orang yang mereka benci, atau satu orang yang belum mereka maafkan, atau satu hal lain yg masih membuat mereka kesal.
Mereka diminta untuk menuliskan nama orang2 itu di setiap potongan kentang yg mewakilinya. Ada beberapa anak yang memiliki kantung yang ringan, tapi banyak juga yang memiliki kantong yang berat, karena banyaknya potongan kentang yang mereka masukkan ke dalamnya.
Mereka diminta untuk membawa kantung bening itu siang dan malam. Kemana saja, harus mereka bawa, selama satu minggu penuh. Bahkan di rumah pun, mereka harus membawanya ketika makan, tidur, mandi, dan aktivitas apapun. Sang Guru berkorrdinasi dengan para orang tua untuk ikut mengawasi hal ini.
Lama-kelamaan, tentu saja, kentang-kentang mulai membusuk, ada yang mulai mengeluarkan bau tak sedap. Hampir semua anak mengeluh, terutama mereka yang memiliki banyak kentang di dalm kantongnya.
Akhirnya, satu minggu berlalu. Semua anak kembali bertemu dengan Sang Guru.
“Bagaimana Anak-Anak…? Siapa yang masih suka membawa kentang2 itu lebih lama lagi…?” Tanya Sang Guru, yang tentu saja disambut dengan “huuuu…” dan berbagai nada protes dari anak-anak.
“Anak-anakku,” kata Sang Guru, “kalian sudah merasakan, bahwa membawa beban
itu sesungguhnya sangat tidak menyenangkan, apalagi ditambah dengan bau yang makin membusuk.
“Ketika kalian membawa kebencian kepada seseorang atau kalian tidak sudi memaafkan mereka, kalian bawa “dendam” itu sepanjang hidup kalian sebelum kalian memutuskan untuk memaafkannya. Amarah dalam hati kalian itu akan semakin membusuk dan menghantui hidup kalian…”
“Padahal, Memaafkan, sebenarnya, adalah pekerjaan yang jauh lebih mudah daripada membawa semua beban itu kemana saja. Ini adalah sebuah perumpamaan yang baik tentang harga yang harus kita bayar untuk sebuah kepahitan yang kita simpan, dan
dendam yang kita genggam terus menerus.”
“Getir, berat, dan aroma busuk, itulah nilai yang akan kita dapatkan saat memendam amarah dan kebencian.”
”Sering kita berpikir, memaafkan adalah hadiah bagi orang yang kita beri maaf. Namun, kita harus kembali belajar, bahwa, pemberian maaf itu sesungguhnya adalah hadiah buat diri kita sendiri. Hadiah, untuk sebuah KEBEBASAN.”
”Kebebasan dari rasa tertekan, rasa dendam, rasa amarah, dan kedengkian hati yang bias mematikan Kebaikan-Kebaikan Hidup yang sesungguhnya bias kita dapatkan.”
Anak-anakpun beramai-ramai membuang kentang2nya, lalu mereka saling bersalaman, saling memaafkan, saling berpelukan, dan mengucapkan terima kasih kepada Sang Guru.
Apakah kita siap membuang kentang-kentang busuk dalam hati kita…??
Tentu…
Bukankah… KITA BISA !!!
Mereka diminta untuk menuliskan nama orang2 itu di setiap potongan kentang yg mewakilinya. Ada beberapa anak yang memiliki kantung yang ringan, tapi banyak juga yang memiliki kantong yang berat, karena banyaknya potongan kentang yang mereka masukkan ke dalamnya.
Mereka diminta untuk membawa kantung bening itu siang dan malam. Kemana saja, harus mereka bawa, selama satu minggu penuh. Bahkan di rumah pun, mereka harus membawanya ketika makan, tidur, mandi, dan aktivitas apapun. Sang Guru berkorrdinasi dengan para orang tua untuk ikut mengawasi hal ini.
Lama-kelamaan, tentu saja, kentang-kentang mulai membusuk, ada yang mulai mengeluarkan bau tak sedap. Hampir semua anak mengeluh, terutama mereka yang memiliki banyak kentang di dalm kantongnya.
Akhirnya, satu minggu berlalu. Semua anak kembali bertemu dengan Sang Guru.
“Bagaimana Anak-Anak…? Siapa yang masih suka membawa kentang2 itu lebih lama lagi…?” Tanya Sang Guru, yang tentu saja disambut dengan “huuuu…” dan berbagai nada protes dari anak-anak.
“Anak-anakku,” kata Sang Guru, “kalian sudah merasakan, bahwa membawa beban
itu sesungguhnya sangat tidak menyenangkan, apalagi ditambah dengan bau yang makin membusuk.
“Ketika kalian membawa kebencian kepada seseorang atau kalian tidak sudi memaafkan mereka, kalian bawa “dendam” itu sepanjang hidup kalian sebelum kalian memutuskan untuk memaafkannya. Amarah dalam hati kalian itu akan semakin membusuk dan menghantui hidup kalian…”
“Padahal, Memaafkan, sebenarnya, adalah pekerjaan yang jauh lebih mudah daripada membawa semua beban itu kemana saja. Ini adalah sebuah perumpamaan yang baik tentang harga yang harus kita bayar untuk sebuah kepahitan yang kita simpan, dan
dendam yang kita genggam terus menerus.”
“Getir, berat, dan aroma busuk, itulah nilai yang akan kita dapatkan saat memendam amarah dan kebencian.”
”Sering kita berpikir, memaafkan adalah hadiah bagi orang yang kita beri maaf. Namun, kita harus kembali belajar, bahwa, pemberian maaf itu sesungguhnya adalah hadiah buat diri kita sendiri. Hadiah, untuk sebuah KEBEBASAN.”
”Kebebasan dari rasa tertekan, rasa dendam, rasa amarah, dan kedengkian hati yang bias mematikan Kebaikan-Kebaikan Hidup yang sesungguhnya bias kita dapatkan.”
Anak-anakpun beramai-ramai membuang kentang2nya, lalu mereka saling bersalaman, saling memaafkan, saling berpelukan, dan mengucapkan terima kasih kepada Sang Guru.
Apakah kita siap membuang kentang-kentang busuk dalam hati kita…??
Tentu…
Bukankah… KITA BISA !!!