"Yang terpenting dalam berkomunikasi adalah bagaimana menyampaikan berita yang
mendatangkan dampak positif dan konstruktif bagi pendengarnya."
Alkisah, pada suatu hari di sebuah desa kecil, seorang tukang kayu menerima sepucuk surat.
Karena buta huruf, maka dengan tergesa-gesa ia mendatangi seorang penjual daging kenalannya,
yang punya watak keras, untuk minta tolong membacakan surat.
“Ini surat dari putramu!“ seru si tukang daging. “Begini katanya: Ayah, aku sakit dan tidak punya uang sesen pun.
Tolong kirimkan aku sejumlah uang sesegera mungkin. Putramu.”
Demikianlah, surat itu dibacakan dengan suara yang keras dan nada yang kasar oleh si tukang daging.
Seketika si tukang kayu menjadi marah. Ia berkata, “Dasar anak tak tahu diri!
Memangnya dia siapa, bisa memerintah aku, ayahnya? Jangan kira aku akan mengirimi dia sesenpun!”
Dalam kemarahannya, ia kembali ke rumah.
Tapi di perjalanan, ia bertemu sahabatnya, seorang penjahit yang bersuara lembut.
Maka, ia pun bercerita tentang surat yang tadi.
“Coba kau lihat sendiri surat putraku ini!” katanya.
Si penjahit lalu membaca surat itu dengan suaranya yang lembut, tenang, dan jelas.
Tiba-tiba surat itu bermakna sangat lain. Tukang kayu itu pun menjadi sedih.
“Oh anakku yang malang!” katanya dengan cemas.
“Ia pasti sangat menderita, lebih baik aku mengiriminya uang sekarang juga.”
Pesan sangat tergantung pada cara penyampaiannya.
Seringkali, konflik yang terjadi antara pasangan, sahabat, atau rekan kerja, muncul bukan karena
ada masalah besar dan rumit yang tidak bisa dipecahkan.
Namun karena kita tidak dapat mengatur cara menyampaikan suatu hal.
Perlu diperhatikan: misalnya saat kita kurang setuju dengan pendapat seseorang,
sebaiknya sampaikan dengan sabar, ramah, dan jelas.
Maka yang mendengarnya akan lebih mudah menerima/mencerna dan pertentangan lebih bisa dihindari.
Mari, belajar untuk bersikap lebih baik lagi dalam "membungkus" pesan yang ingin kita sampaikan.