Dikisahkan, pada zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ada seorang pemuda bernama ‘Alqamah. Ia seorang yang menghabiskan waktunya untuk beribadah kepada Allah Ta’ala; mengerjakan sholat, shiam, dan bersedekah. Suatu hari ia sakit dan semakin hari semakin parah. Istrinya pun menyuruh seseorang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menyampaikan, “Suamiku, Alqamah sedang saekarat. Dengan ini aku bermaksud mengabarkan keadaannya kepadamu, wahai Rasulallah.”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengutus ‘Ammar, Shuhaib dan Bilal. Beliau bersabda, “Berangkatlah kalian, dan talqinkanlah ia dengan kalimat syahadat.” Mereka bertiga berangkat dan memasuki rumahnya. Mereka mendapati ‘Alqamah sedang sekarat sehingga dengan segera mereka mentalqinnya dengan ucapan ‘Laa ilaaha illalLah’. Namun lidah ‘Alqamah kelu, tak mampu mengucapkan kalimat syahadat. Sahabat bertiga menyuruh seseorang menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan bahwa ‘Alqamah tidak mampu mengucapkan kalimat syahadat. Usai dibacakan, Nabi bertanya, “Adakah salah seorang ibu-bapaknya yang masih hidup?” seseorang menjawab, “Wahai Rasulullah seseorang ibu yang sudah sangat renta.” Maka beliaupun mengutus seseorang dan berpesan, “Katakan kepadanya jika ia kuat berjalan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memanggilnya. Namun jika tidak hendaknya ia tetap tinggal dirumah, Rasulullah akan menemuinya.” Utusan itu sampai kepadanya dan menyampaikan pesan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Wanita itu berucap, “Jiwaku siap menjadi tebusan jiwanya. Aku lebih pantas mendatangi beliau.” Maka wanita itupun berdiri dengan tongkat dan berjalan menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Ia berucap salam dan beliaupun menjawabnya. Lalu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya, “Wahai Ummu ‘Alqamah, jujurlah kepadaku. Kalaupun kamu berdusta akan turun wahyu dari Allah Ta’ala. Bagaimana keadaan anakmu ‘Alqamah?”
Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, ia rajin menunaikan shalat, shiyam dan banyak bersedekah.” Rasulullah bertanya lagi. “Lalu bagaimana dengan dirimu?”. Wanita itu menjawab,”Wahai Rasulullah aku MURKA dengannya.”.
“Mengapa?” tanya beliau. “Karena ia lebih mengutamakan istrinya dari pada diriku dan ia tidak mau taat kepadaku.”, jawab Ummu ‘Alqamah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya murka Ummu ‘Alqamah menghalangi lisannya untuk mengucapkan syahadat.” Beliau melanjutkan, “Bilal, pergi dan bawakan untukku kayu bakar yang banyak.”. Wanita itu bertanya, “Apa yang akan Anda lakukan, Wahai Rasulullah ?” Beliau menjawab “Aku hendak membakarnya dihadapanmu” Wanita itu menimpali, “Wahai Rasulullah, ia adalah anaku. Hatiku tidak akan kuat menyaksikannya dibakar dihadapanku.” .”Wahai Ummu ‘Alqamah, adzab Allah lebih dahsyat lagi kekal. Jika kamu senang terhadap ampunan Allah baginya, ridhailah dia. Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, shalat, shiyam, dan sedekahnya tidak mendatangkan manfaat baginya selama kamu murka.“, sabda nabi. Mendengarnya wanita itu berkata, “Wahai Rasulullah, aku bersaksi di hadapan Allah, para malaikat, dan siapa saja yang hdir disini dari antara kaum muslimin bahwa aku telah ridha kepada anakku,’Alqamah.”
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bilal, berangkat dan lihatlah apakah ‘Alqamah sudah dapat mengucapkan ‘Laa ilaaha illallah’ atau belum. Bisa saja Ummu ‘Alqamah tadi mengatakan yang bukan dari lubuk hatinya karena malu kepadaku/” Bilal beramgkat dan melihat kondisi ‘Alqamah. Ia berkata,”Wahai sekalian orang, murka Ummu ‘Alqamah menghalangi lidahnya dari syahadat, dan ridhanya telah melepaskan kekeluan lidahnya.”
Pada hari itu juga ‘Alqamah meninggal. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam hadir, memerintahkan untuk memandiakn dan mengkafaninya. Lalu beliau menshalatkan dan menghadiri prosesi penguburannya. Beliau berdiri di ujung kuburnya bersabda :
“Wahai sekalian Muhajirin dan Anshar, barangsiapa mengedepankan istrinya dari pada ibunya niscaya akan mendapatkan laknat dari Allah, para malaikat, dan manusia semuanya. Allah tidak akan menerima infaqnya juga sikap adilnya sehingga ia bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berbuat baik kepadanya serta memohonkan keridoannya. Keridloan Allah terletak pada keridloannya, kemurkaan Allah terletak pada kemurkaannya.“
Mari senantiasa memohon kepada Allah untuk senantiasa membimbing kita dalam menggapai keridlaanNya dan menjauhkan kita dari sikap durhaka kepada orang tua. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah, Maha Mulia, Maha Penyayang, lagi Maha Pengasih.
Semoga dari sedikit artikel di atas, bisa di jadikan sebuah renungan yang dalam untuk kita semua...Semoga bermanfaat untuk pembaca yang budiman.