Benarkah sesungguhnya segala kejadian di kolong langit ini adalah adil dan benar?
Jika dipandang dari persepsi semesta tentu saja jawabannya mutlak benar, bisa dibuktikan dengan melihat segala keteraturan dan kehebatan struktural yang menyusun seluruh isi alam berikut isinya yang bernama manusia..
Namun jika dipandang hanya dari persepsi manusia, maka umumnya manusia persepsinya bertolak tak jauh dari kebutuhan serta keinginan individualnya saja, sehingga menghasilkan sudut pandang yang sempit, atau bahasa kasarnya "bagaimana akan mengerti keenaran dan keadilan semesta, jika dirinya sendiri seutuhnya saja belum kenal"
"Dunia bukan untuk anda, tapi anda untuk dunia" , itulah kalimat hakiki untuk mencapai berbagai arti kehidupan, seperti kepuasan, kesenangan, kebahagiaan, dll.
Jika anda berpendapat bahwa dunia akan memberikan cinta, uang dan kebahagiaan , maka saat semuanya itu tak anda miliki, bisa dibayangkan betapa meranannya hidup anda. Tapi jika anda berpendapat bahwa uang, cinta, dan kebahagiaan adalah mutlak tanggung-jawab anda, maka anda telah memiliki hidup ini, dan selanjutnya tinggal mengolahnya sesuai selera anda.
Bila anda memandang diri anda kecil, dunia akan tampak sempit, dan tindakan anda pun jadi kerdil, Namun bila anda memandang diri anda besar, dunia terlihat luas, anda pun melakukan hal-hal penting dan berharga. Sebuah contoh inspiratif, seperti yang diimplementasikan oleh Sang motivator yang luar biasa
Tindakan anda adalah cermin bagaimana anda melihat dunia. Sementara dunia anda tak lebih luas dari pikiran anda tentang diri anda sendiri. Itulah mengapa kita diajarkan untuk berprasangka positif pada diri sendiri, agar kita bisa melihat dunia lebih indah, dan bertindak selaras dengan kebaikan-kebaikan yang ada dalam pikiaran kita.
Padahal dunia tidak butuh penilaian apa-apa dari kita. Ia menggemakan apa yang ingin kita dengar. Bila kita takut menghadapi dunia, sesungguhnya kita takut menghadapi diri kita sendiri.
Maka bukan soal apakah kita berprasangka positif atau negatif terhadap diri sendiri. Melampaui di atas itu, kita perlu jujur melihat diri sendiri apa adanya. dan dunia pun menampakkan realitanya yang selama ini tersembunyi di balik penilaian-penilaian kita.
Jika dipandang dari persepsi semesta tentu saja jawabannya mutlak benar, bisa dibuktikan dengan melihat segala keteraturan dan kehebatan struktural yang menyusun seluruh isi alam berikut isinya yang bernama manusia..
Namun jika dipandang hanya dari persepsi manusia, maka umumnya manusia persepsinya bertolak tak jauh dari kebutuhan serta keinginan individualnya saja, sehingga menghasilkan sudut pandang yang sempit, atau bahasa kasarnya "bagaimana akan mengerti keenaran dan keadilan semesta, jika dirinya sendiri seutuhnya saja belum kenal"
"Dunia bukan untuk anda, tapi anda untuk dunia" , itulah kalimat hakiki untuk mencapai berbagai arti kehidupan, seperti kepuasan, kesenangan, kebahagiaan, dll.
Jika anda berpendapat bahwa dunia akan memberikan cinta, uang dan kebahagiaan , maka saat semuanya itu tak anda miliki, bisa dibayangkan betapa meranannya hidup anda. Tapi jika anda berpendapat bahwa uang, cinta, dan kebahagiaan adalah mutlak tanggung-jawab anda, maka anda telah memiliki hidup ini, dan selanjutnya tinggal mengolahnya sesuai selera anda.
Bila anda memandang diri anda kecil, dunia akan tampak sempit, dan tindakan anda pun jadi kerdil, Namun bila anda memandang diri anda besar, dunia terlihat luas, anda pun melakukan hal-hal penting dan berharga. Sebuah contoh inspiratif, seperti yang diimplementasikan oleh Sang motivator yang luar biasa
Tindakan anda adalah cermin bagaimana anda melihat dunia. Sementara dunia anda tak lebih luas dari pikiran anda tentang diri anda sendiri. Itulah mengapa kita diajarkan untuk berprasangka positif pada diri sendiri, agar kita bisa melihat dunia lebih indah, dan bertindak selaras dengan kebaikan-kebaikan yang ada dalam pikiaran kita.
Padahal dunia tidak butuh penilaian apa-apa dari kita. Ia menggemakan apa yang ingin kita dengar. Bila kita takut menghadapi dunia, sesungguhnya kita takut menghadapi diri kita sendiri.
Maka bukan soal apakah kita berprasangka positif atau negatif terhadap diri sendiri. Melampaui di atas itu, kita perlu jujur melihat diri sendiri apa adanya. dan dunia pun menampakkan realitanya yang selama ini tersembunyi di balik penilaian-penilaian kita.
Referensi : rendyanggara.wordpress.com